1. Produksi tanaman dari tunas-tunas aksilar
Produksi
tanaman dengan merangsang terbentuknya tunas-tunas aksilar merupakan
teknik mikropropagasi yang paling umum dilakukan. Ada 2 (dua) metode
produksi tunas aksilar yang dilakukan yaitu: kultur pucuk (shoot culture
atau shoot-tip culture) dan kultur mata tunas (satu mata tunas:
single-node culture; lebih dari satu mata tunas: multiple-node culture).
Kedua teknik kultur ini berdasarkan pada prinsip perangsangan
terbentuknya atau munculnya tunas-tunas samping dengan cara mematahkan
dominasi apikal dari meristem apikal.
2. Kultur pucuk (shoot culture atau shoot-tip culture)
Kultur
Pucuk (Shoot culture) adalah teknik mikropropagasi yang dilakukan
dengan cara mengkulturkan eksplan yang mengandung meristem pucuk (apikal
dan lateral) dengan tujuan perangsangan dan perbanyakan
tunas-tunas/cabang-cabang aksilar. Tunas-tunas aksilar tersebut
selanjutnya diperbanyak melalui prosedur yang sama seperti eksplan
awalnya dan selanjutnya diakarkan dan ditumbuhkan dalam kondisi invivo.
Istilah
yang digunakan untuk teknik kultur pucuk ini tergantung dari eksplan
yang digunakan. Jika eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk-pucuk
apikal (panjang ± 20 mm) saja maka tekniknya disebut sebagai shoot-tip
culture, namun bila eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk apikal
beserta bagian tunas lain dibawahnya disebut sebagai shoot culture.
Besar kecilnya eksplan yang digunakan mempengaruhi keberhasilan kultur
pucuk. Semakin kecil eksplan, semakin kecil kemungkinannya untuk
terkontaminasi oleh mikroorganisme namun semakin kecil juga kemampuannya
untuk beregenerasi dan memperbanyak diri. Sebaliknya, semakin besar
eksplan yang digunakan maka semakin besar kemampuannya untuk beradaptasi
dalam kondisi invitro, namun makin besar juga kemungkinannya untuk
terkontaminasi, makin banyak kebutuhannya akan media dan makin besar
wadah/botol kultur yang diperlukan. Oleh karena itu perlu diketahui
ukuran eksplan yang sesuai untuk masing-masing varietas dan spesies
tanaman.
Pertumbuhan pucuk, inisiasi dan perbanyakan tunas aksilar
yang dihasilkan umumnya dirangsang dengan cara menambahkan hormon
pertumbuhan (umumnya sitokinin) ke dalam media pertumbuhannya. Perlakuan
ini dapat merangsang pertumbuhan tunas samping dan mematahkan dominasi
apikal dari pucuk yang dikulturkan. Selain itu, dominasi apikal juga
dapat dihilangkan dengan perlakuan-perlakuan lain misalnya pemangkasan
daun-daun yang terdapat pada buku-buku tunas atau meletakkan eskpan
dalam posisi horisontal. Tunas-tunas aksilar yang dihasilkan selanjutnya
digunakan sebagai stek miniatur bagi proses perbanyakan berikutnya.
Dengan teknik ini dan disertai dengan sub kultur dapat diperoleh banyak
sekali plantet dari satu eksplan. Dengan membatasi jumlah sub kultur
sampai maksimal 8–10 kali dapat diperoleh klon tanaman yang
true-to-type. Teknik ini telah digunakan secara luas untuk perbanyakan
tanaman termasuk tanaman hortikultura seperti pisang, asparagus, anggrek
Cymbidium, dll.
3. Kultur mata tunas/single-node atau multiple-node culture (invitro layering)
Kultur
mata tunas ini merupakan salah satu teknik invitro yang digunakan untuk
perbanyakan tanaman dengan merangsang munculnya tunas-tunas aksilar
dari mata tunas yang dikulturkan. Seperti halnya kultur pucuk, eksplan
yang digunakan dalam kultur mata tunas dapat berasal dari tunas lateral,
tunas samping atau bagian dari batang yang mengandung satu atau lebih
mata tunas (mengandung satu atau lebih buku). Dikenal dua teknik kultur
mata tunas yaitu eksplan yang mengandung mata tunas lebih dari satu
ditanam secara horisontal di atas medium padat (teknik invitro layering)
atau (2) tiap buku yang mengandung satu mata tunas dipotong-potong dan
ditanam secara terpisah dalam tiap-tiap botol kultur.
Seperti
halnya teknik kultur pucuk, pertumbuhan tunas-tunas aksilar juga
berdasarkan pada prinsip pematahan dominasi apikal. Oleh karena itu,
pertumbuhan tunas-tunas aksilar ini terjadi jika eksplan (mata tunas)
ditanam pada media yang mengandung sitokinin dalam konsentrasi cukup
tinggi sehingga sitokinin ini dapat menghentikan dominasi pucuk apikal
dan menyebabkan berkembangnya tunas-tunas aksilar. Tunas aksilar yang
terbentuk selanjutnya dipisah-pisahkan dan dapat langsung ditanam pada
media pengakaran sehingga diperoleh tanaman baru yang sempurna atau
digunakan kembali sebagai bahan tanam untuk perbanyakan selanjutnya.
Tunas-tunas tersebut selanjutnya diakarkan, diaklimatisasi dan
selanjutnya ditanam di lapangan. Teknik ini telah lama dan banyak
dipergunakan untuk perbanyakan tanaman hortikultura seperti kentang,
asparagus, melon, semangka, anggrek, dan banyak lagi lainnya.
4. Induksi pembentukan tunas dari meristem bunga
Meristem
bunga dapat juga dirangsang untuk membentuk tunas-tunas vegetatif dalam
kondisi invitro. Eksplan yang digunakan adalah inflorescence bunga yang
belum matang (immature inflorescences) yaitu yang belum membentuk
organ-organ kelamin jantan dan betinanya. Penggunaan infloresence yang
telah dewasa akan menghasilkan pembentukan organ bunga bukan kuncup
vegetatif. Beberapa contoh tanaman hortikultura yang diperbanyak dengan
teknik ini adalah brokoli, kol bunga, krisan dan sugar beat.
5. Inisiasi langsung tunas adventif
Tunas
adventif adalah tunas yang terbentuk dari eksplan pada bagian yang
bukan merupakan tempat asal terbentuknya (bukan dari mata tunas atau
buku). Tunas-tunas adventif ini dapat terbentuk langsung dari eksplan
tanpa melalui proses terbentuknya kalus terlebih dahulu. Teknik ini
merupakan salah satu teknik mikropropagasi yang juga banyak dilakukan
dan dapat menghasilkan plantlet dalam jumlah jauh lebih banyak dari
teknik terdahulu (pembentukan tunas aksilar). Proses pembentukan tunas
adventif langsung dari jaringan eksplan seperti akar, pucuk dan bunga
disebut organogenesis.
Terjadinya organogenesis dipacu oleh
adanya komponen-komponen seperti medium, komponen endogen selama
eksplan mulai dikulturkan, dan senyawa-senyawa yang terbawa selama
inisiasi eskplan. Selain itu organogenesis dipacu juga oleh keberadaan
zat pengatur tumbuh eksogen di dalam medium. Tunas dan akar terbentuk
pada beberapa lapis sel tipis pada eksplan beberapa spesies oleh adanya
perbedaan konsentrasi antara auksin dan sitokinin. Inisiasi akar dapat
dipacu dengan penambahan NAA dan zeatin dan pembentukan tunas dipacu
dengan penambahan sitokinin seperti zeatin atau benzylaminopurine tanpa
penambahan auksin. Pada beberapa spesies organogenesis terbentuk pada
lapisan epidermal selama kultur invitro, misalnya pada tanaman Begonia
rex (Dodds dan Robert, 1983).
Menurut Torrey (1966 dalam Dodds
dan Roberts, 1983) membuat hipotesis bahwa organogenesis dari kalus
diinisiasi dengan pembentukan kluster sel-sel meristem (meristemoid)
mampu merespon pada faktor-faktor dalam jaringan untuk memproduksi
primordium. Inisiasi pembentukan akar, tunas dan embrioid juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor internal alamiah.
Beberapa faktor
yang berpengaruh terhadap rhizogenesis termasuk auksin, karbohidrat,
pencahayaan, dan fotoperiode. Pada beberapa kultur jaringan auksin
memacu pembentukan akar, sedangkan adanya auksin eksogen dapat
menghambatnya dan rhizogenesis dapat distimulasi oleh anti-auksin.
Keberhasilan
pembentukan tunas adventif secara langsung ini sangat tergantung pada
bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan serta sangat dipengaruhi
oleh spesies atau varietas tanaman asal eskplan tersebut. Pada tanaman
yang responsif, hampir semua bagian tanaman (daun, akar, batang,
meristem, dll.) dapat dirangsang membentuk organ adventif, namun pada
tanaman lainnya tunas adventif ini hanya dapat terbentuk pada
bagian-bagian tanaman tertentu saja seperti umbi lapis, embryo atau
kecambah.
Seperti halnya teknik mikropropagasi lainnya, tunas
adventif secara langsung ini terbentuk melalui serangkaian tahap mulai
inisiasi (Tahap 1). Setelah eksplan berada pada kondisi aseptis dan
tunas mulai tumbuh, eksplan dapat langsung disubkulturkan ke media
perbanyakan (atau media yang sama dengan inisiasi: tergantung varietas)
untuk memperbanyak tunas-tunas adventif dari mata tunas adventif yang
telah terbentuk pada tahap sebelumnya.
Tunas-tunas tersebut
selanjutnya dipisahkan, diakarkan dan diaklimatisasi untuk memproduksi
tanaman lengkap dan utuh yang dapat tumbuh dalam keadaan alamiah.
Teknik
ini telah banyak digunakan secara komersial untuk perbanyakan
tanaman-tanaman hortikultura khususnya tanaman-tanaman hias. Contoh
tanaman hias yang diperbanyak dengan teknik ini adalah tanaman-tanaman
keluarga Gesneriaceae, seperti Achimenes, Saitpaulia, Sinningia dan
Streptocarpus. Pada tanaman-tanaman tersebut, tunas langsung terbentuk
dari eksplan daun tanpa pembentukan kalus terlebih dahulu.
6. Somatic embryogenesis langsung
Embrio
aseksual atau embrio somatik (somatic embryo) adalah embrio yang
terbentuk bukan dari penyatuan sel-sel gamet jantan dan betina atau
dengan kata lain embrio yang terbentuk dari jaringan vegetatif/somatik.
Embrio ini dapat terbentuk dari jaringan tanaman yang dikulturkan tanpa
melalui proses yang dikenal dengan nama somatic embryogenesis. Jika
proses ini terbentuk langsung pada eksplan tanpa melalui proses
pembentukan kalus terlebih dahulu, maka prosesnya disebut somatic
embryogenesis langsung (direct somatic embryogenesis).
Beberapa
jenis tanaman hortikultura (misalnya jeruk) dapat secara alamiah
membentuk embryo aseksual ini. Dalam kondisi alamiah, embrio aseksual
ini terdapat terutama pada tanaman-tanaman yang bisa menghasilkan lebih
dari satu embryo pada bijinya misalnya pada jeruk, atau tanaman yang
menghasilkan biji-biji vegetatif (apomixis) misalnya pada manggis.
Selain itu, embrio aseksual ini dapat juga terbentuk dari
jaringan-jaringan tanaman seperti ovule, jaringan nukleus (nucellar
embryoni), jaringan integumun pada ovule (misalnya pada pepaya),
jaringan pembungkus biji/mesocaps pada wortel. Tanaman-tanaman tersebut
dapat juga membentuk embrio aseksual ini secara invitro.
Dalam
kondisis invitro, embrio aseksual ini dapat terbentuk secara langsung
dari eksplan-eskplan embrio (seksual/zygotic) dari golongan monokotil
dan dikotil, dari kecambah muda (hipocotyl dan cotyledon), dan bagian
eksplan juvenil lainnya. Embrio aseksual ini dapat digunakan sebagai
salah satu cara perbanyakan tanaman secara invitro. Embrio yang telah
terbentuk dapat dimultiplikasi, selanjutnya melalui beberapa proses
perkembangan sampai masak dan dapat berkecambah membentuk tanaman utuh.
Tanaman ini selanjutnya diaklimatisasi dan ditanam pada kondisi
alamiahnya. Teknik ini digunakan untuk perbanyakan beberapa tanaman
hortikultura terutama anggrek dimana embrio aseksual (berupa protocorm
like body, plb) terbentuk dari dari meristem, daun, dll.
7. Pembentukan organ penyimpan cadangan makanan mikro
Beberapa
jenis tanaman dapat dikembangbiakan secara vegetatif dengan menggunakan
organ penyimpanan seperti tuber, rhizome, bulbus, dll. Organ-organ
penyimpanan ini juga bisa dihasilkan pada tanaman-tanaman yang memang
secara alamiah memproduksi organ penyimpanan tersebut. Teknik untuk
mendapatkan organ penyimpanan ini sangat bervariasi tergantung pada
jenis jaringan yang dikulturkan. Organ penyimpanan mikro ini dapat
digunakan sebagai bibit untuk penanaman langsung di lapangan atau
ditanam untuk produksi umbi-umbi bibit. Beberapa jenis organ penyimpanan
mikro yang telah dikembangkan adalah pembentukan umbi lapis mikro
(bulbil) pada amarylis dan lili paris, pembentukan corm mikro (cormlet)
pada gladiol, pembentukan protocorm pada anggrek dan pembentukan tuber
mikro (tuberlet) pada kentang.
a. Umbi lapis mikro (bulbil) dan corm mikro (cormlet)
Umbi
lapis mikro (bulbil/bulblet) dan kormus mikro (cormlet) dapat
dirangsang untuk terbentuk secara invitro pada spesies-spesies tanaman
yang secara alamiah dapat membentuk bulbus dan corm. Bulbil dapat
terbentuk langsung pada kuncup/tunas aksilar dan dapat pula terbentuk
pada tunas adventif yang terbentuk dari eksplan daun, ovary,
inflorescence, dan diantara lapisan-lapisan daun bulbus.
Dominasi
tunas-tunas apikal seringkali menghambat terbentuknya tunas-tunas
adventif pada potongan eksplan bulbus. Subkultur potongan bulbus
tersebut dapat merangsang terbentuknya bulbil atau terbentuknya
tunas-tunas adventif dimana bulbil nantinya dapat terbentuk. Propagul
yang dihasilkan dan diaklimatisasi dapat berupa plantlet, plantlet yang
mengandung bulbil atau dorman bulbil. Contoh tanaman yang menghaslkan
bulblet adalah lili, dan bawang-bawangan.
Beberapa jenis tanaman
monokotil lainnya dapat memproduksi organ penyimpanan mikro pada dasar
batangnya (corm), seperti pada gladiol. Cormlet pada gladiol dapat
terbentuk langsung pada jaringan eksplan, pada kalus, atau pada plantlet
yang telah berakar namun masih dalam botol kultur setelah daun-daunnya
mengalami senescence. Cormlet yang dihasilkan secara invitro ini dapat
digunakan langsung sebagai bibit di lapangan atau digunakan sebagai
eksplan untuk kultur berikutnya.
Gambar 2. Bulblet dan Plantlet pada Kultur Invitro Lili dari Potongan
Umbi Krek Lili
b.
Tuber mikro (tuberlet) pada kentang
Tanaman-tanaman
yang secara alamiah dapat memproduksi tuber dapat juga memproduksi
tuber mikro (tuberlet) secara invitro dalam lingkungan kultur yang
sesuai. Dalam kultur invitro tuberlet ini dapat terbentuk langsung pada
batang plantlet dan tuber muncul pada tunas-tunas aksilar sepanjang
tunasnya. Tuber ini biasanya terbentuk pada batang plantlet yang ditanam
dalam media yang mengandung sitokinin pada konsentrasi tinggi. Tuber
ini biasanya lebih mudah terbentuk pada kondisi gelap dibandingkan
dengan penanamannya dalam kondisi terang. Tuber mikro yang dihasilkan
secara invitro ini dapat langsung digunakan sebagai bibit di lapangan
dan dapat memproduksi tanaman kentang yang normal. Selain itu, tuberlet
ini juga dapat digunakan sebagai bahan tanam dasar untuk produksi umbi
bibit kentang berkualitas.
Gambar
3. Pembentukan Tuber Kentang Mikro yang Diperoleh dari Kultur Pucuk
Umur 10 minggu Setelah Inisiasi, skala bar = 10 mm (Sumber: Trigiano
& Gray, 2000)
(
Sepdianluri@yahoo.com)